Perubahan iklim yang dihadapi memaksa manusia untuk terus menyesuaikan diri agar dapat bertahan hidup. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat bertahan hidup. Sumber pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat indonesia secara khusus dan dunia adalah beras yang berasal dari padi. Padi sendiri merupakan tanaman yang dibudidayakan dengan kebutuhan air yang sangat tinggi, sehingga dalam kondisi kekeringan akan sulit dibudidayakan. Padi berpigmen akan menghasilkan beras dengan warna merah atau hitam yang digolongkan dalam sumber pangan fungsional. Indonesia memiliki sumber daya genetik padi lokal yang berpotensi untuk dikembangkan dalam kondisi kekeringan sekalipun, sehingga kebutuhan akan beras dapat tetap terpenuhi. Hal ini juga diharapkan dapat mendukung program SDGs yaitu zero hunger pada taraf internasional.
Tim Riset Padi Berpigmen UGM yang beranggotakan peneliti dari Pusat Studi Bioteknologi UGM, BRIN, IRRI, dan mahasiswa Magister Bioteknologi telah melaksanakan kunjungan ke Australia pada tanggal 17-23 Juni 2024 lalu. Kunjungan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan penelitian dari tim riset Padi Berpigmen yang didanai oleh Koneksi. Beberapa misi dibawa dalam kunjungan ini selain melebarkan jejaring dengan peneliti Australia, memberikan paparan mengenai iklim ilmiah kepada mahasiswa, dan melihat peluang berkolaborasi riset, juga mempresentasikan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia terkait kultivar lokal padi berpigmen yang toleran terhadap cekaman kekeringan.
Kegiatan diawali dengan mengikuti pertemuan tahunan dari Australian Research Council (ARC) Training Centre for Future Crops Development yang diselenggarakan di The University of Adelaide. Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa dan staff dari Australian National University, partner industri, dan kolaborator dimana didalamnya terdapat Tim Riset Padi Berpigmen. Terdapat beberapa agenda dalam kegiatan ini seperti diskusi dengan partner industri, pengembangan karir, simulasi mendesain penelitian berdasarkan studi kasus, presentasi hasil penelitian, dan berjejaring dengan peserta lain. Selain itu, terdapat agenda kunjungan museum dimana seluruh peserta pertemuan diajak untuk berkeliling museum dengan tema pameran “Broken” yang menggambarkan dunia yang rusak.
Kegiatan ditutup dengan mengunjungi The Australian Plant Phenomics Facility (APPF) yang berada di Waite Campus, University of Adelaide. Pada kunjungan ini, rombongan diajak untuk menyaksikan presentasi proyek Plants for Space dan mengunjungi lokasi budidaya tanaman dengan manipulasi agroklimat agar sesuai dengan ruang angkasa. Selain itu, rombongan juga diajak untuk melihat fasilitas yang berada di APPF yang dapat digunakan untuk penelitian tanaman seperti plant accelerator, vertical farming, dan hyperspectral untuk monitoring kondisi tanaman. Seluruh fasilitas yang terdapat di APPF mendukung penelitian tanaman dengan menggunakan teknologi otomatis, robotik, pencitraan, dan komputasi yang memungkinkan analisis yang sensitif dan menyeluruh terhadap pertumbuhan dan fungsi tanaman.
***
Penulis: Nurmara Salsabila